A. ILMU KALAM
- Pengertian
Kalam menurut bahasa ialah ilmu yang membicarakan/membahas tentang masalah ke-Tuhanan/ketauhidan (meng-Esakan Tuhan), atau kalam menurut loghatnya ialah omongan atau perkataan. Sedangkan menurut istilah Ilmu Kalam ialah sebagai berikut:
a. Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Kalam ialah ilmu yang berisi alasan –alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepecayaan aliran golongan salaf dan ahli sunah
b. Menurut Husain Tripoli, Ilmu Kalam ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan agama Islam dengan bukti- bukti yang yakin
c. Menurut Syekh Muhammad Abduh definisi Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib bagi-Nya, sifat-sifat yang jaiz bagi-Nya dan tentang sifat-sifat yang ditiadakan dari-Nya dan juga tentang rasul-rasul Allah baik mengenai sifat wajib, jaiz dan mustahil dari mereka
d. Menurut Al-Farabi definisi Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam
e. Menurut Musthafa Abdul Razak, Ilmu Kalam ialah ilmu yang berkaitan dengan akidah imani yang di bangun dengan argumentasi-argumentasi rasional
- Asal- Usul Sebutan Ilmu Kalam
Ilmu ini di namakan Ilmu Kalam karena:
a. Persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan abad-abad permulaan hijrah ialah ”Firman Tuhan” (Kalam Allah) dan non-azalinya Qur’an (Khalq Al-Qur’an)
b. Dasar Ilmu Kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil-dalil ini nampak jelas dalam pembicaraan-pembicaraan Mutakallimin. Mereka jarang-jarang kembali kepada dalil naql (Quran dan Hadits), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan lebih dahulu
c. Karena cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam fisafat, maka pembuktian dalam soal-soal agama ini di namai Ilmu Kalam untuk membedakan dengan logika dalam fisafat
Ilmu Kalam juga dinamakan Ilmu Tauhid, tauhid ialah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada sekutu baginya. Ilmu Kalam dinamakan Ilmu Tauhid, karena tujuannya ialah menetapkan keesaan Allah dalam Zat dan perbuatan-Nya dalam menjadikan alam semesta dan hanya Allah yang menjadi tempat tujuan terakhir alam ini.
Ilmu Kalam juga dinamakan Ilmu Aqaid atau Ilmu Ushuludin, karena persoalan kepercayaan yang menjadi pokok ajaran agama itulah yang menjadi pokok pembicaraannya.
Ilmu kalam menyerupai Ilmu Theologi, terdiri dari dua kata yaitu ”Theo” artinya ”Tuhan” dan ”Logos” artinya ”Ilmu” jadi theologi bermakna ilmu tentang ketuhanan.
- Sejarah Munculnya Ilmu Kalam
Faktor-faktor yang mempengaruhi lahirnya Ilmu Kalam, diantaranya ada dua macam yaitu:
a. Faktor-Faktor Dari Dalam
1) Al-qur’an sendiri disamping ajakannya kepada tauhid dan memercayai kenabian dan hal-hal yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula golongan-golongan dan agama-agama yang ada pada masa Nabi Muhammad saw., yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. Qur’an tidak membenarkan kepercayaan mereka dan membantah alasan-alasannya, antara lain:
a) Golongan yang mengingkari agama dan adanya tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja (Q.S. Al-Jatsiyah (45): 24)
Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”
b) Golongan -golongan syirik (Q.S. Al-Maidah (5): 116)
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?”. Isa menjawab: “Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). jika aku pernah mengatakan Maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”.”
c) Golongan-golongan kafir (Q.S. Al-Isra’ (17): 94)
“Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali Perkataan mereka: “Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasuI?””
d) Golongan -golongan munafik (Q.S. Ali Imran (3): 154)
“Kemudian setelah kamu berduka cita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?”. Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. mereka Menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha mengetahui isi hati.”
Tuhan membantah alasan-alasan mereka dan memerintahkan Nabi Muhammad untuk tetap menjalankan dakwahnya dengan cara yang halus, Firman Allah Q.S. An-Nahl (16): 125
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
2) Adanya nas-nas yang kelihatannya saling bertentangan, sehingga datang orang- orang yang mengumpulkan ayat tersebut dan memfilsafatinya. Contohnya; adanya ayat-ayat yang menunjukkan adanya paksaan (jabr), (Q.S. Al-Baqarah(2): 6, Al-Muddsir(74):17
Soal-soal politik, contoh soal khilafat (pimpinan pemerintahan negara). Pergantian pemimpin umat sesudah meninggalnya Rasulullah. Awalnya persoalan politik tidak mengusik persoalan agama, tapi setelah peristiwa terbunuhnya khalifah Usman, kaum muslimin terpecah menjadi beberapa partai, yang masing-masing merasa sebagai pihak yang benar dan hanya calon dari padanya yang berhak menduduki pimpinan negara. Kemudian partai-partai itu menjadi partai agama dan mengemukakan dalil-dalil Agama untuk
membela pendiriannya. Dan selanjutnya perselisihan antara mereka menjadi perselisihan agama, dan berkisar pada persoalan iman dan kafir.
Peristiwa terbunuhnya Usman menjadi titik yang jelas dari permulaan berlarut-larutnya perselisihan bahkan peperangan antara kaum muslimin. Sebab sejak saat itu, timbullah orang yang menilai dan menganalisa pembunuhan tersebut di samping menilai perbuatan Usman r.a., sewaktu hidupnya.menurut segolongan kecil, Usman r.a., salah bahkan kafir dan pembunuhnya berada di pihak yang benar, karena perbuatannya yang dianggap salah selama memegang khilafat. Sebaliknya pihak lain mengatakan bahwa pembunuhan atas Usman r.a. adalah kejahatan besar dan pembunuh-pembunuhnya adalah orang-orang kafir, karena Usman adalah khalifah yang sah dan salah seorang prajurit Islam yang setia. Penilaian yang saling bertentangan kemudian menjadi fitnah dan peperangan yang terjadi sewaktu Ali r.a memegang pemerintahan.
Dari sinilah mulai timbulnya persoalan besar yang selama ini banyak memenuhi buku-buku ke-Islaman, yaitu melakukan kejahatan besar, yang mula-mula dihubungkan dengan kejadian khusus, yaitu pembunuhan terhadap Usman r.a, kemudian berangsur-angsur manjadi persoalan yang umum, lepas dari siapa orangnya. Kemudian timbul soal-soal lainnya, seperti soal Iman dan hakikatnya, bertambah atau berkurangnya, soal Imamah dan lain-lain persoalan.
Kemudian soal dosa tersebut, dilanjutkan lagi, yaitu sumber kejahatan atau sumber perbuatan dilingkungan manusia. Karena dengan adanya penentuan sumber ini mudah diberikan vonis kepada pelakunya itu. Kalau manusia itu sendiri sumbernya, maka soalnya sudah jelas, akan tetapi kalau sumber sebenarnya Tuhan sendiri. Dan manusia itu sebagai pelakunya (alat), maka pemberian keputusan bahwa manusia itu berdosa atau kafir masih belum jelas. Timbullah golongan Jabbariyah yang mengatakan bahwa semua perbuatan itu dari Tuhan dan golongan Qodariyah yang mengatakan bahwa manusialah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas segala perbuatannya. Kemudian timbul pula golongan-golongan lain, seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, yang membicarakan persoalan tersebut (perbuatan manusia).
b. Faktor-faktor lain yang datangnya dari luar
1) Banyak di antara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragama Yahudi, Masehi, dan lain-lain, bahkan diantara mereka ada yang pernah menjadi ulamanya. Setelah mereka tenang dari tekanan kaum muslimin mulailah mereka mengkaji lagi aqidah-aqidah agama mereka dan mengembangkan ke dalam Islam
2) Golongan Islam yang dulu, terutama golongan Mu’tazilah, memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah alasan mereka yang memusuhi Islam, dengan cara mengetahui dengan sebaik-baiknya aqidah-aqidah mereka
3) Sebagai kelanjutan dari sebab tersebut, Mutakallimin hendak mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat
Ilmu Kalam disebut sebagai ilmu yang berdiri sendiri yaitu pada masa Daulah Bani Abbasiyah di bawah pimpinan khalifah al-Makmun, yang dipelopori oleh dua orang tokoh Islam yaitu Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi
- Ruang Lingkup Ilmu Kalam
Pokok permasalahan Ilmu Kalam terletak pada tiga persoalan, yaitu:
a. Esensi Tuhan itu sendiri dengan segenap sifat-sifat-Nya. Esensi ini dinamakan
Qismul Ilahiyat. Masalah-masalah yang diperdebatkan yaitu:
1. Sifat-sifat Tuhan, apakah memang ada Sifat Tuhan atau tidak. Masalah ini di perdebatkan oleh aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah.
2. Qudrat dan Iradat Tuhan. Persoalan ini menimbulkan aliran Qadariyah dan Jabbariyah.
3. Persoalan kemauan bebas manusia, masalah ini erat kaitannya dengan Qudrat dan Iradat Tuhan.
4. Masalah Al-Qur’an, apakah makhluk atau tidak dan apakah Al-Qur’an azali atau baharu.
b. Qismul Nububiyah, hubungan yang memperhatikan antara Kholik dengan makhluk, dalam hal ini membicarakan tentang:
1. Utusan-utusan Tuhan atau petugas-petugas yang telah di tetapkan Tuhan melakukan pekerjaan tertentu yaitu Malaikat.
2. Wahyu yang disampaikan Tuhan sendiri kepada para rasul-Nya baik secara langsung maupun dengan perantara Malaikat.
3. Para Rasul itu sendiri yang menerima perintah dari Tuhan untuk menyampaikan ajarannya kepada manusia.
c. Persoalan yang berkenaan dengan kehidupan sesudah mati nantinya yang disebut dengan Qismul Al-Sam’iyat. Hal ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Kebangkitan manusia kembali di akhirat
2. Hari perhitungan
3. Persoalan shirat (jembatan)
4. Persoalan yang berhubungan dengan tempat pembalasan yaitu surga atau neraka
d. Ayat yang berkaitan dengan ruang lingkup Ilmu Kalam, Dalam surat al-Baqarah ayat 177 yang berbunyi:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”
Dan dalam hadits Rasulullah saw.:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ . [رواه مسلم]
Dari Umar Radhiallahu Anhu dia berkata : Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah saw., suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya (Rasulullah saw.) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah saw.: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang Ihsan“. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullahe) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?” aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian“. (Riwayat Muslim)
Dari ayat dan hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ruang lingkup Ilmu Kalam adalah Rukun Iman yang enam.
B. AQIDAH
Aqidah berasal dari kata
”Aqad” yang berarti ”Pengikatan”. Akidah adalah apa yang diyakini seseorang. Jika dikatakan , ”dia mempunyai aqidah yang benar”, berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu. Adapun makna Akidah secara Syara’ adalah iman kepada Allah , para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, serta kepada qadar baik dan qadar buruk. Akidah yang benar adalah fundament bagi bangunan Agama serta merupakan syarat sahnya amal. Hal ini sebagaimana Firman Allah Q.S. Al-kahfi: 110 ”Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”
Ilmu Kalam disebut Ilmu Aqidah karena pokok pembicaraannya ialah pokok-pokok kepercayaan agama yang menjadi dasar agama Islam. Jadi Aqidah Ilmu Kalam ialah ilmu yang mempelajari ikatan/keyakinan seseorang tentang masalah ketuhanan dengan menggunakan dalil-dalil fikiran disertai dalil naqli.
C. TAUHID
Menurut bahasa Tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata وحّد يوحّد artinya: keesaan sedangkan menurut istilah ialah sebagai berikut:
1. Menurut Husain Affandi al-Jasr, Tauhid ialah ilmu yang membahas hal-hal menetapkan akidah agama dengan dalil yang meyakinkan
2. Menurut M Abduh, Ilmu Tauhid adalah suatu ilmu membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat wajib bagi-Nya sifat-sifat yang boleh dan yang tidak boleh disifati kepada-Nya. Di samping itu Ilmu Tauhid juga menyikapi Rasul-rasul Allah guna menetapkan risalah mereka, yang boleh mereka nasabkan dan apa yang dilarang atas mereka
3. Prof. M. Tharir A Muin, Ilmu Tauhid adalah ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib, jaiz, dan mustahil bagi Allah dan bagi sekalian utusan-utusan-Nya, dan juga mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat untuk membuktikan adanya Zat yang mewujudkan 4. Ilmu ini dinamakan Ilmu Tauhid karena pembahasannya yang paling menonjol adalah tentang ke-Esaan Tuhan yang asas pokok agama Islam, sebagaimana yang berlaku terhadap agama yang benar yang telah di bawa oleh para rasul yang di utus Allah.
D. HUBUNGAN AQIDAH ILMU KALAM DENGAN ILMU KEISLAMAN LAINNYA
Hubungan Ilmu Kalam dengan ilmu lainnya ialah:
1. Perbedaan dengan Ilmu Fiqh
Tauhid berkaitan dengan soal batin (aqidah dan kepercayaan) sedangkan fiqh bertautan dengan hukum perbuatan lahir (ahkam amaliyah) atau tauhid membicarakan soal-soal aqidah yaitu dasar-dasar agama, sedangkan fiqh membicarakan soal-soal furu’ yaitu yang bertalian dengan perbuatan.
2. Perbedaan Tauhid dengan Tasawuf
Perbedaan keduanya meliputi metode dan objek pembicaraan yaitu Tauhid bercorak mewarnai aqidah-aqidah agama dengan rasio (akal pikiran), bahkan lebih condong untuk menkonstruksikannya di atas dasar akal pikiran, sedangkan Tasawuf Islam bertujuan merasai (mengenyam) aqidah dengan nurani, bukan dengan jalan memperbincangkannya menurut metode akal pikiran.
3. Perbedaan Tauhid dengan Filsafat Islam
- Dalam Ilmu Kalam, Filsafat dijadikan alat untuk membenarkan ayat-ayat al-Qur’an, dalam Filsafat Islam ayat-ayat al-Qur’an dijadikan bukti untuk membenarkan hasil-hasil Filsafat
- Dalam pembahasan Ilmu Kalam akal dibatasi dari pembahasan-pembahasan hal-hal yang sudah dimustahilkan membahasnya oleh al-Qur’an, sedangkan dalam Filsafat Islam akal diberi kebebasan untuk memikirkan segala sesuatu yang ada
4. Titik Persamaan Ilmu Kalam dengan Filsafat dan Tasawuf
Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawwuf mempunyai objek kemiripan. Objek Ilmu Kalam ketuhanan dan yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian Filsafat adalah masalah ketuhanan di samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian Tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi dilihat dari aspek objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan. Argumentasi Filsafat sebagaimana Ilmu Kalam dibangun di atas dasar logika. Oleh karena itu, hasil kajiannya bersifat spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset, dan eksperimen). Baik Ilmu Kalam, Filsafat, maupun Tasawwuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran yang rasional.
5. Titik Perbedaan Ilmu Kalam dengan Filsafat dan Tasawuf
Perbedaan diantara ketiga ilmu itu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam , sebagai ilmu yang menggunakan logika di samping argumentasi-argumentasi naqliyah berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai ketuhananya . Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional. Sementara filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (mengembarakan atau mengelana) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal tidak merasa terikat oleh ikatan apapun kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. Adapun ilmu tasawwuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa dari pada rasio. Sebagai sebuah ilmu yang prosesnya diperoleh dari rasa, ilmu tasawwuf bersifat subyektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang. Dilihat dari aspek aksiologi (manfaatnya), teologi diantaranya berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal Tuhan secara rasional. Adapun filsafat, lebih berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang yang mempunyai rasio secara prima untuk mengenal Tuhan secara lebih bebas melalui pengamatan dan kajian langsung. Adapun tasawwuf lebih peran sebagai ilmu yang memberi kepuasan kepada orang yang telah melepaskan rasionya secara bebas karena tidak memperoleh yang ingin dicarinya. Sebagian orang memandang bahwa ketiga ilmu itu memiliki jenjang tertentu . jenjang pertama adalah ilmu kalam, kemudian filsafat dan yang terakhir adalah ilmu tasawwuf.
E. KESIMPULAN
Dari uraian panjang lebar di atas dapa disimpilkan:
1. Ilmu Kalam adalah ilmu yang mempelajari tentang ikatan/keyakinan seseorang tentang masalah ketuhanan dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan disertai dalil Naqli. Nama-nama Ilmu Kalam yaitu Ilmu Ushuluddin, Ilmu Tauhid, dan Teologi Islam. dan ruang lingkupnya adalah tentang meng-Esakan Tuhan yang diperkuat dengan dalil-dalil irasional agar terhindar dari aqidah-aqidah yang menyimpang
2. Sejarah munculnya Ilmu Kalam adalah ketika Rasulullah meninggal dunia dan peristiwa terbunuhnya Usman di mana antara golongan yang satu dengan yang lain saling mengkafirkan dan menganggap golongannya yang paling benar. dan sumber-sunber Ilmu Kalam adalah dalil naqli (al-Qur’an dan al-Hadits) dan dalil aqli (dalil fikiran)
3. Faktor timbulnya Ilmu Kalam ada dua yaitu faktor intern dan ekstern.
4. Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu ke-Islaman lainnya (filsafat dan tasawuf) mempunyai persamaan dan perbedaan
DAFTAR KEPUSTAKAAN
- Dusar, Bakri.
Tauhid dan Ilmu Kalam. IAIN IBP Press. Padang: 2001
- Hanafi, Ahmad.
Teologi Islam (Ilmu Kalam). Bulan Bintang. Jakarta: 2001
- Abdul Razak, Mustafa.
Tahmid Li Tarikh al-Falsafah al-Islamiyah, Lajnah wa at-Thalif wa-Attarjamah wa Nasyir, 1959
- Asmuni, M. Yusran.
Ilmu Tauhid. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta: 1996
- Jaya, Yahya ,
Teologi Agama Islam Klasik. Angkasa Raya. Padang : 2000
- Muin, M. Tharir A
Ikthtisar Ilmu Tauhid. Yogyakarta
- Ash-Shidieqy, Tengku M. Hasbi.
Sejarah Dan Pengantar Ilmu Tauhid/kalam. PT. Pustaka Putra. Semarang :1999
- Abduh, Muhammad.
Risalah Tauhid. Bulan bintang. Jakarta.1965
- Murni.
Tauhid/Ilmu Kalam. Padang: 2007