Beriman kepada Rasul-Rasul Allah merupakan rukun iman ke empat. Pengertian beriman kepada para nabi atau Rasul atau Nabi ialah meyakini atau mempercayai bahwa Allah telah memilih beberapa orang di antara manusia, memberikan wahyu kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai utusan (Rasul) untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Allah berfirman : Qs. Yunus: 47
Kata Nabi berasal dari bahasa Arab “Naba” yang artinya pemberitahuan yang besar faedahnya, yang menyebabkan orang mengetahui sesuatu. Adapun menurut istilah, Nabi ialah orang yang diberi informasi oleh Allah tentang ke-Esaan-Nya dan dibukakan kepadanya rahasia zaman yang akan datang, dan diberi tahu ia adalah utusan-Nya.
Para ulama membedakan antara Nabi dan Rasul. Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu untuk dirinya sendiri tanpa berkewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat. Sedangkan Rasul adalah seseorang yang menerima wahyu dari Tuhan untuk dirinya dan di bebani tugas untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya[10].
Nabi juga disebut Rasul yang artinya utusan. Karena Nabi itu mempunyai dua kesanggupan yaitu menerima perintah dari Allah, dan Ia menyampaikan risalah itu kepada manusia, yang pertama Ia disebut nabi, dan yang kedua ia disebut Rasul. Tetapi kata rasul mempunyai arti yang lebih luas, sebab menurut makna aslinya dapat diterapkan pada sembarang utusan, dan para Malaikat juga disebut rasul, karena mereka juga mengemban risalah Tuhan untuk menyamakan kehendak-Nya.
Nabi yang diutus Allah sebelum Nabi Muhammad SAW, mempunyai tugas terbatas. Mereka hanya membimbing bangsa atau kaumnya untuk waktu dan wilayah tertentu, sedangkan Nabi Muhammad SAW. Diutus untuk seluruh umat manusia , tanpa batas wilayah dan tak terbatas oleh waktu sampai hari kiamat.
Rasul adalah manusia yang dipilih oleh Allah dari keturunan yang mulia, mereka mengemban tugas-tugas yang istimewa yaitu sebagai duta besar Allah dan makhluk berakal (manusia).kepada Rasul itu diperintahkan oleh Allah menyampaikan pelajaran dan hukum-hukum kepada umatnya baik yang berkenaan perbuatan yang mulia yang harus dikerjakan maupun perbuatan-perbuatan yang buruk yang dilarang melakukannya.
Sebagai pedoman Allah menurunkan kepada Rasul itu kitab suci yang mengandung perintah-perintah dan pengajaran-pengajaran yang harus disampaikan, dan berisi norma-norma dan hukum-hukum yang dipandang baik oleh Allah bagi keselamatan hamba-Nya.
Seorang nabi bukan saja mengemban amanat Illahi, melainkan ia harus pula menunjukkan bagaimana mempraktekkan amanat itu dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu nabi adalah contoh atau suri teladan yang harus di ikuti. Justru itu Rasul dikaruniai ketinggian fitrah kejadian itu mempunyai sifat-sifat yang utama seperti sehat akal, amanah dalam menyampaikan apa yang diperintahkan, benar dalam segala pembicaraannya dan terpelihara dari segala perangai yang jelek. Anggota badan mereka bersih dari cacat yang tidak sedap dipandang mata yang menyebabkan orang menjauhkan diri dari padanya. Roh mereka mempunyai nilai yang lebih tinggi di sisi Tuhan yang tidak mungkin ditandingi oleh roh manusia biasa. Adapun di bidang lain mereka sama sebagaimana manusia biasa, seperti makan, minum, tidur, kawin dan sakit.
Mereka diutus oleh Allah untuk mengajarkan tauhid, meluruskan akidah, membimbing cara beribadah dan memperbaiki akhlak manusia yang rusak. Di samping itu para Rasul didukung oleh kekuatan Tuhan yakni mu’jizat sesuatu yang tidak bisa diselami oleh akal dan di luar kemampuan manusia. Mu’jizat ini menjadi bukti atas kebenaran dakwah nya. Beriman kepada para utusan (Rasul) cukup secara global (ijmali), dan yang wajib diketahui ada 25 Rasul.
Masalah yang masih diperselisihkan dalam kaitannya dengan iman kepada para Nabi dan Rasul adalah mengenai jumlahnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah seluruhnya adalah 124.000 orang. Dari sejumlah itu yang menjadi Rasul ada 313 orang.
Kebutuhan Manusia Kepada Rasul
Persoalan ini telah merupakan pertentangan paham di antara para sarjana, dalam masalah ini Muhammad Abduh dalam risalah Tauhidnya mengemukakan ada dua hal:
1. Dimulai dari kepercayaan tentang kekalnya roh sesudah mati.
2. Tabiat manusia sendiri hidup secara berkelompok
a. Kepercayaan Tentang Kekalnya Roh Sesudah Mati
Manusia sepakat tentang kekelnya Roh, tetapi mereka berbeda pendapat tentang : Menggambarkan tentang kekalnya roh, kemana perginya roh, dan jalan-jalan untuk membuktikannya. Ada yang mengatakan bahwa roh itu berpindah ke tubuh manusia/hewan, dan ada pula yang mengatakan kembali ke alam rohani yang bebas dari pengaruh materi. Di samping itu ada yang berpendapat bahwa roh itu segera menggabungkan diri dengan zat yang sangat halus (ether).
Perasaan itulah yang menggerakkan segala roh untuk merasakan kehidupan yang baqa lagi abadi dan mengenangkan bagaimana keadaannya bila ia telah sampai ke sana, bagaimana caranya mendapat petunjuk tentang itu dan manakah jalan yang harus dilaluinya. Namun diri mereka tidak diberi kekuatan untuk menembus rahasia apa-apa yang telah tersedia baginya dalam kehidupan di sana dan situasi-situasi yang akan ditemuinya. Maka merupakan hikmah kebijaksanaan Tuhanlah mengangkat orang-orang yang dipilihnya sendiri sebagai penghubung dua alam dunia dan akhirat. Mereka menerima perintah dari Allah untuk menerangkan:
- Kebesaran Ilahi
- Menerangkan kedaan yang menyangkut dengan sifat-sifat Allah,supaya menjadi kepercayaan yang merupakan sumber kebahagiaan di akhirat nanti
- Tentang hal Ikhwal akhirat
- Menyampaikan Syari’at-syari’at umum untuk mengatur diri mereka
- Mengajarkan kerja-kerja yang membawa bahagia dan celaka kelak di alam ghaib.
b. Tabi’at Manusia Sendiri Hidup Secara Berkelompok
Manusia sama halnya dengan bermacam-macam jenis makhluk lainnya, yang menurut naluri/tabi’atnya adalah hidup berkelompok. Tiap-tiap kelompok bekerja untuk kepentingan semua dalam mempertahankan kebaqaan hidupnya. Masing-masing mereka saling butuh membutuhkan. Manusia tidak bisa hidup kecuali dengan melalui masyarakat. Untuk itu rasa kasih sayang dalam masyarakat itu harus dibina.
Dalam hidupnya manusia mempunyai keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan untuk mencapai kelezatan/kesenangan hidup. Kelezatan itu adakalanya bersifat jasmaniah dan adakalanya bersifat rohaniah.
Dalam mencapai kelezatan itu ada manusia menempuh jalan yang baik yaitu dengan berusaha secara wajar dan ada pula mencarinya dengan jalan yang tidak wajar.
Oleh karena itu untuk mempertahankan jenisnya dalam memelihara kebaqaannya perlulah umat manusia membina kasih sayang atau yang seumpamanya. Perlu adanya keadilan, memelihara hak dan kehormatan pribadi, serta undang-undang atau peraturan untuk menjamin tata tertib urusan manusia dalam segala bidang.
Semua manusia merasa dalam dirinya bahwa ia dikuasai oleh suatu kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan dirinya sendiri maupun dari kekuatan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Perasaan itu mendorong manusia untuk mengetahui kekuatan yang maha besar itu. Bermacam-macam anggapan dan dugaan manusia tentang kekuatan Yang Maha Tinggi itu. Namun rahasia kebesaran Tuhan itu sukar di selami oleh akal manusia, sehingga ia tidak bisa mengelakkan dirinya dari kebingungan. Karena kelemahan itu manusia butuh kepada pengajaran dan pimpinan dari luar dirinya sendiri. Maka Tuhan menjadikan di antara kalangan manusia itu sendiri para pemimpin yang akan memberikan pimpinan dan petunjuk.
Fungsi Para Rasul
Nilai kedudukan para Rasul di antara bangsa-bangsa tak ubahnya seperti pentingnya akal pada setiap orang. Diutusnya mereka merupakan kebutuhan yang primer di antara banyak kebutuhan akal manusia dan merupakan suatu nikmat yang diberikan Tuhan kepada manusia. Kebutuhan itu adalah kebutuhan rohaniyah dan segala apa yang bersangkut paut dengan perasaan. Untuk menjelaskan secara terperinci segala seluk beluk mengenai kehidupan manusia sehari-hari, dan untuk mengajarkan bermacam-macam ilmu pengetahuan keduniaan bukanlah termasuk bidang tugas para Rasul, kecuali memberi garis besar yang umum saja.
Sedangkan yang menjadi bidang tugas para Rasul itu adalah :
a. Membimbing akal untuk mengenal Allah dan mengenal sifat-sifat ke-Tuhanan yang wajib diketahui oleh manusia.
b. Rasul-rasul itu menyatukan kepercayaan manusia untuk mengabdi hanya kepada satu Tuhan dan meratakan jalan antara manusia dan Tuhannya.
c. Mereka mengajak manusia kembali kepada hidup rukun, dan melatih diri untuk menanamkan rasa cinta kasih.
d. Meletakkan batas-batas larangan umum menurut yang diperintahkan Allah bagi umat manusia.
e. Para Rasul mensyari’atkan kepada manusia supaya membentuk diri mereka dengan sifat-sifat utama seperti : benar, amanah, menepati janji, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad,
Tauhid Ilmu Kalam,1998, Bandung : CV. Pustaka Setia
Aly, Abdullah dan Eny Rahma, 2008.
Ilmu Alamiah Dasar, Bumi Aksara:Jakarta.
Nasution, Hasan Bakti, 2001.
Filsafat Umum, Gaya Media Pratama : Jakarta
Sari, Milya, 2004.
Diktat Ilmu Alamiah Dasar, Padang